BANGKINANG, GORIAU.COM - Rumah Tangga Mandiri Pangan dan Energi (RTMPE) merupakan program unggulan Pemerintah Daerah Kabupaten Kampar, Riau. Tujuan dari program ini adalah untuk membantu pemerintah menuju swasembada dan memperkuat ketahanan pangan serta energi.

Program ini merupakan antitesis dari isu pangan, isu energi dan isu lingkungan. Melalui RTMPE, Bupati Kampar Jefry Noer menyinergikan berbagai kebutuhan masyarakat dalam satu kawasan atau lahan yang hanya seluas seribu meter persegi.

Di atas lahan seribu meter persegi itu, setiap rumah tangga dapat memelihara enam ekor sapi betina. Namun tujuan ekonominya bukan daging, melainkan limbah dari hewan ternak tersebut. Jefry menyebutnya "limbah berlimpah uang".

Dari kotoran sapi, dapat diolah hingga menghasilkan biogas. Energi alami tersebut kemudian menjadi alternatif untuk menutupi kebutuhan sehari-hari masyarakat, baik memasak, hingga kebutuhan listrik. "Bahkan tidak akan ada habisnya," kata Jefry.

Kemudian urine sapi, diolah menjadi pupuk berkualitas atau biourine. Dalam sebulan, hasil dari kencing enam ekor sapi tersebut menghasilkan seribu liter biourine yang dapat digunakan sebagai penyubur tanaman, baik sayuran bahkan tanaman perkebunan.

Selanjutnya ampas dari kotoran berat sapi-sapi tersebut, juga dapat dijadikan pupuk tanaman. Hasilnya dalam sebulan bisa mencapai seribu kilogram. Kemudian enam sapi betina itu nantinya akan dikembangkan lewat kawin suntik sehingga setiap tahun akan menghasilkan enam ekor anak sapi yang bisa terus berkelanjutan untuk dikembangkan.

Pemeliharaan enam ekor sapi tersebut tidak rumit. Masyarakat hanya menyiapkan kandang yang luasnya 3x6 meter yang telah didesain apik. Kotoran sapi-sapi tersebut secara otomatis tertampung dalam wadah terpisah. Sementara untuk pangan sapi, masyarakat cukup menyiapkan mesin penghancur yang mampu mengolah pelepah sawit hingga menjadi makanan menyehatkan bagi sapi.

Bupati Jefry Noer mejelaskan, bahwa dari enam ekor sapi saja yang dipelihara di kawasan lahan RTMPE, mampu membuat tiap rumah tangga menjadi jutawan. Sebagai contoh; urine sapi yang diolah menjadi biourine, per liternya bisa dijual seharga Rp15 ribu. Jika sebulan menghasilkan seribu liter, maka rumah tangga mandiri mendapatkan keuntungan sebesar Rp15.000.000

Belum termasuk biogas yang juga bisa dijual dengan harga menjanjikan, serta kotoran berat yang juga tidak kalah menghasilkan. "Itu bedanya, kalau di Kampar semuanya dibalik. Jika selama ini masyarakat memelihara sapi dengan mengharapkan dagingnya, maka di program ini, limbah atau kotoran sapi dibuat lebih bernilai dan berharga," katanya.

Yang lebih dahsyat lagi, metodelogi kawin suntik yang dijalankan pada program ini, juga akan menghasilkan keturunan sapi yang berkelanjutan. Setahun terjadi pertambahan enam ekor, sehingga hanya dalam tiga tahun, jumlah sapi akan bertambah menjadi 24 ekor. "Nilai jualnya tentu berlipat ganda, hingga puluhan juta rupiah dan bisa membuat pasangan rumah tangga mandiri naik haji," kata Jefry.

Selanjutnya di atas lahan Program RTMPE itu, tiap rumah tangga juga dapat memelihara 50 hingga seratus ekor ayam petelur. Setiap sepuluh ekor ayam betina itu, akan diberikan satu ekor pejantan bangkok.

Hasilnya, telur ayam tersebut bisa untuk ditetapkan dan terus dikembangkan. "Maka nilainya akan lebih tinggi. Masyarakat tidak hanya dapat menjual telur, namun juga daging ayam yang juga menambah besaran pemasukan hingga jutaan rupiah," kata Jefry.

Selain berternak ayam dan sapi, keluarga RTMPE juga dapat menanam berbagai jenis sayuran. Mulai bawnag merah, cabai, bayam, kangkung, terong, jamur dan lainnya. Di lahan seribu meter persegi itu, juga bisa memelihara ikan dengan desain kolam sederhana, namun menjanjikan.

Bupati Jefry Noer mengatakan, lewat program ini, masyarakat dapat mandiri dalam menutupi kebutuhan pangan dan energi sehari-hari. Karena jika hendak masak, telah tersedia sayuran, cabai dan bawang. Kemudian telur dan daging, serta energi dari biogas yang tidak membahayakan. "Dijamin tidak bakalan meledak seperti tabung gas 3 kilogram".

"Kedepan, masyarakat akan mandiri. Mereka hanya tinggal membeli beras, garam dan minyak. Dan itu dapat dibeli dari hasil penjualan biogas, biourine serta pupuk kotoran berat sapi dan hasil panen sayuran di lahan seribu meter persegi. Jika demikian, maka tidak ada yang sulit untuk mencapai ketahanan pangan nasional, karena Kampar dan Riau sudah memulainya," kata Jefry.

Kelak, demikian Jefry, Kampar tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan pangan di dalam daerah, namun juga menjadi sentra pangan Sumatera untuk berbagai komoditas seperti bawang merah, cabai, sapi dan lainnya. "Jadi jangan selalu impor. Akhir tahun 2016, Kampar akan memulai memenuhi kebutuhan pangan tanpa impor, bahkan Riau juga harus demikian," katanya. (rls)