BANGKINANG, GORIAU.COM - Pemerintah Daerah Kampar, Riau telah melatih sebanyak 10.000 orang masyarakat di daerah itu untuk menjadi petani, peternak dan pemelihara ikan yang andal dan mampu meningkatkan perekonomian keluarga.

"Selama tiga tahun terakhir, sudah ada 8.000 orang dan tahun ini akan ada sebanyak 2.000 orang lagi," kata Bupati Kampar Jefry Noer kepada pers di Hotel Tiga Dara, Kecamatan Siak Hulu, Kamiar, Kamis (9/4/2015) siang.

Jefry menjelaskan, seluruh alumni pelatihan yang terintegrasi di kawasan Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya (P4S) Karya Nyata, Desa Kubang Jaya, Kecamatan Siak Hulu diwajibkan untuk mencari sepuluh orang lainnya di daerah asal mereka dan mendidiknya untuk juga menjadi petani dan peternak yang andal.

Dengan demikian, lanjutnya, akan ada 100.000 hingga 150.000 keluarga yang terbebaskan dari kemiskinan hingga memiliki rumah yang bagus, tidak lagi kumuh.

Bupati mengatakan, target tersebut harus tercapai hingga akhir kepemimpinan pada 2016 mendatang. "Ini adalah wujud terimakasih saya kepada masyarakat yang selama ini memberikan dukungan dan kecintaan tulus kepada saya," kata Jefry.

Ia mengatakan, kesejahteraan masyarakat harus merata, bahkan warga pedesaan harus mampu bangkit dan menjadi orang yang kaya raya tanpa harus merantau ke kota.

"Cukup tinggal di desa, menjadi petani dan peternak. Karena pekerjaan ini sangat menjanjikan dan membuat warga di pedesaan kaya raya," katanya.

Sejak beberapa tahun terakhir, Pemda Kampar telah menjalankan berbagai program untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah itu. Mulai dari menjahit, peternak ikan, sapi, dan pertanian, semuanya terintegrasi di satu kawasan P4S Karya Nyata.

Terakhir Pemda Kampar menjalankan Program Desa dan Rumah Tangga Mandiri Pangan Energi. Program tersebut merupakan program terbaru Pemkab Kampar yang masuk dalam 3 Zero "plus" target swasembada pangan dan energi.

Program ini mengedepankan pemanfaatan lahan sempit untuk menghasilkan berbagai kebutuhan rumah tangga yang lebih dari cukup. Di atas lahan seribu meter persegi itu, nantinya setiap rumah tangga dapat memelihara empat ekor sapi bila sapinya merupakan sapi Brahmana, namun bila yang dipelihara sapi Bali maka jumlahnya bisa enam ekor, dan untuk lahan seluas 1.500 meter persegi, maka akan bisa lebih banyak lagi.

Kemudian, dibangun pula lokasi untuk pemeliharaan ayam petelor dengan hasil lebih kurang 50 butir telor per hari. Selanjutnya juga ada kolam untuk perikanan. Sementara untuk tanaman, rumah tangga mandiri dapat menanam berbagai jenis sayuran yang menjadi kebutuhan pokok, mulai dari bawang, jamur, cabai, dan lainnya.

Selanjutnya dari sapi yang dipelihara tersebut, juga akan menghasilkan lebih kurang 40 liter urine per hari yang akan diolah menjadi biourine dimana harganya bisa mencapai Rp25 ribu per liter. Bio urine dapat digunakan untuk pupuk perkebunan berkualitas tinggi, begitu juga dengan kotoran padat yang dihasilkan sapi-sapi tersebut juga dapat menghasilkan biogas sebagai alternatif bahan bakar.

Jefry Noer mengatakan, melalui program ini masyarakat benar-benar akan sejahtera jika serius melaksanakannya. Karena hasilnya tidak main-main, bisa membuat masyarakat yang tadinya miskin menjadi jutawan dan tidak kebingungan untuk memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari.

"Mau masak tinggal beli garam, dan bumbu-bumbu saja. Mau bawang, cabai dan sayuran, tinggal dipanen di halaman rumah. Untuk masak, sudah ada biogas dan ikan yang dipelihara sendiri," katanya.

Jefry merincikan, jika program ini dijalankan dengan baik dan serius, maka hasilnya juga lebih dari memuaskan. Seperti bio urine hasil dari kotoran cair sapi yang dipelihara, per bulannya dapat menghasilkan lebih seribu liter.

"Anggap saja yang jadi atau berhasil diolah itu 250 liter, artinya sudah menghasilkan uang lebih dari Rp6 juta. Belum lagi dari hasil pertanian dan perikanan yang jika serius dijalankan juga akan mendatangkan uang," katanya.

Pada program ini, Jefry Noer memberikan pembelajaran bagi masyarakat, bahwa banyak yang dapat dimanfaatkan dari lahan yang sempit. Bahkan inovasi yang dikedepankan memberikan pelajaran; bahwa ternyata limbah ternak memiliki harga jual yang melebihi harga dari hewan peliharaan itu.

"Dalam program ini, semuanya dibalik. Jika selama ini masyarakat menganggap sapi sebagai hewan ternak yang berharga, ternyata limbah atau kotorannya jauh lebih berharga. Bahkan air kencingnya bisa lebih mahal dari susu yang dihasilkan, bahkan lebih mahal dari minyak," katanya. (rls)