BANGKINANG, GORIAU.COM - Anggota Komisi B DPRD Riau yang membawahi bidang ekonomi, Eva Yuliana mengimbau kepada masyarakat untuk tidak terlalu mengidolakan komoditas sawit sebagai produk unggulan karena banyak komoditi pokok lainnya yang memiliki nilai ekonomis lebih tinggi.

"Iya, jangan terlalu mengidolakan sawit. Seperti di Kampar ada program pelatihan menanam bawang merah dan cabai yang nilai ekonomisnya jauh lebih tinggi daripada sawit," katanya di Pekanbaru pekan lalu.

Lebih lanjut dikatakannya bahwa komoditas sawit tidak beerkontribusi dalam memperkuat ketahanan pangan lokal karena sebagian besar tujuannya ekspor. Sedangkan Bawang Merah dan Cabai banyak dibutuhkan oleh masyarakat Riau sendiri, namun pasokannya bergantung pada provinsi lain.

Dia mengatakan Provinsi Riau tidak bisa selamanya bergantung kebutuhan pokok dan sayur mayur kepada Sumatera Barat dan Sumatera Utara. Bisa saja, kata dia, suatu waktu jalur transportasi putus, otomatis harga akan naik.

"Itu kalau barangnya ada, coba kalau tidak ada bisa kelaparan Riau ini," imbuhnya.

Selain itu, akibat terlalu mengidolakan sawit sebagai komoditas unggulan, banyak sekali terjadi alih fungsi lahan di Riau. Lahan pertanian menyusut sehingga ketergantungan bahan kebutuhan pokok semakin bertambah.

Tercatat di Riau sendiri beberapa kali pernak terjadi pelonjakan harga bawang merah dan cabai. Jadi haga dua barang itu dengan harga stabil saja sudah menguntungkan, apalagi jika ada suatu saat naik.

Contoh di Kabupaten Kampar sendiri sudah membuktikan hasil yang memuaskan. Bupati Kampar, Jefry Noer melakukan Pilot Project Bawang Merah di atas tanah seluas 8 hekktare di Desa Sei Geringging Kecamatan Kampar Kiri.

Perwakilan Dewan Bawang Merah Nasional (DBMN), Lukman saat mengunjungi tempat itu mengatakan hasil panen per hektare sama dengan yang ada di Jawa pada siklus musim hujan yakni antara 8-10 ton.

"Padahal bawang merah inipada kondisi dan cuaca yang sangat ekstrem," ujarnya. (rls)