RENGAT,GORIAU.COM - Keberadaan orang rimba atau warga Suku Anak Dalam yang selama ini berdomisili di Taman Nasional Bukit Duabelas, Provinsi Jambi semakin memprihatinkan. Sebagian dari mereka memilih hijrah ke Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Riau.

Hal itu dikarenakan oleh kondisi daerah tempat tinggal mereka yang sudah tidak memungkinkan lagi. Jika mereka memilih untuk bertahan, kelangsungan hidup mereka terus terancam oleh keserakahan pengusaha dan penguasa didaerah itu, tidak jarang dari keluarga mereka yang mati akibat kelaparan.

"Hutan yang menjadi sumber kehidupan kami sudah tidak lagi menyediakan banyak makanan dan air. Sebab, saat ini hutan tersebut (TNBD-Red) telah beralih fungsi menjadi hamparan kebun kelapa sawit milik penguasa dan pengusaha yang serakah", ujar salah seorang warga Suku Anak Dalam yang mengaku bernama Nyambung Daun saat ditemui wartawan, Rabu (8/4/2015) di halam kantor DPRD Inhu.

Nyambung Daun yang datang bersama cucunya Sanding itu duduk termenung dihalaman depan kantor DPRD Inhu tanpa menggunakan alas kaki. Kedua orang rimba ini terlantar dan hanya berharap ada orang yang peduli dengan mereka membantu memberi makanan.

"Kami baru datang dari Bukit Duabelas Kabupaten Sarolangun Jambi, ini cucu kami namanya Sanding, dia belum makan pak," sebut Nyambung Daun saat ditanya wartawan.

Diceritakannya, ditempat tinggal mereka di kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) tempat komunitas Suku Anak Dalam menetap, sudah banyak dari mereka yang meninggal dunia karena kelaparan. Hutan yang biasanya menjadi tempat mencari makan suku primitif itu sudah habis dan kini dikuasai perusahaan perkebunan kelapa sawit.

Ironisnya lagi, keberadaan perusahaan perkebunan kelapa sawit tersebut bukan membantu mereka, melainkan menyengsarakan kelangsungan hidup mereka.

"Hutan sudah habis, rotan yang bisanya kami jual juga sudah tak ada. Supaya tak kelaparan kami mengambil berondolan sawit, tapi kami diburu bagaikan binatang oleh orang perusahaan. Makanya kami lari sampai ke sini", ungkapnya.

Disini (di Inhu), sambung Nyambung Daun, mereka diberi kesempatan untuk hidup, mereka diberi tumpangan untuk mendirikan barak diatas lahan kebun sawit milik salah seorang warga Kelurahan Pematang Reba.

"Kalau untuk tempat berteduh, sudah ada yang memberi tumpangan dipondok kebun orang, cuma untuk beli makanan kami terpaksa meminta-minta, karena kami tidak memiliki pekerjaan", singkatnya menuturkan.(jef)