TEMBILAHAN - Belasan kera hitam ekor panjang--engkok, dalam bahasa Melayu Mandah-- berunjuk rasa, mengamuk, melasak, sampai beberapa jam di atap rumah-rumah warga, setelah anaknya diterkam biawak besar. Peristiwa ini terjadi, Kamis (23/6/2016) lalu di Desa Igal, Kecamatan Mandah, Indragiri Hilir.

"Biawak yang menerkam anaknya dikejar engkok beramai-ramai. Tetapi tidak berhasil karena biawak menyuruk di bawah kolong rumah-rumah," kata Rose, warga Igal.

Melihat engkok mengamuk, Ros serta ibu-ibu lainnya mengambil sapu bergagang, lalu menghalau engkok-engkok itu karena khawatir atap rumah mereka rusak diamuk kawanan tersebut.

Menurut Ros, baru sekali ini terjadi biawak memakan anak engkok, dan baru sekali pula engkok melakukan unjuk rasa sampai jauh ke tengah permukiman warga. "Mungkin sekali ini disebabkan biawak yang besar itu sangat lapar," ujar Ros.

Awalnya kawanan engkok itu mencari makan. Berjalan-jalan di atas tanah berlumpur, lalu meloncat dari pohon bakau ke pohon bakau lainnya, untuk mendapatkan pucuk daun muda. Saat inilah, ada induk engkok yang membiarkan anaknya yang masih kecil berjalan sendiri.

Melihat ada mangsa baru, biawak yang berada di celah-celah akar bakau langsung menerkamnya dan membawa kabur ke bawah kolong rumah warga yang bertongkat-tongkat terbuat dari kayu di bibir pantai pasar Igal itu.

Kawanan engkok yang tersentak melihat anaknya diterkam biawak, langsung mengejar. Tetapi mereka kalah cepat dan terhalang oleh orang yang menyaksikan krjadian langka, sehingga biawak itu dapat lenyap begitu saja menyuruk di bawah kolong rumah warga.

Seperti Kera Keramat

Menurut Mukhdar, engkok ini sepertinya memang tidak boleh diganggu. Apabila ada dari mereka dibinasakan, lalu kawanan yang lain berduyun-duyun mendatangi orang atau rumah warga yang membinasakannya.

Di Igal ada seorang warga keturunan yang sudah tidak tahan lagi karena rumahnya sering diganggu engkok, lalu memasang jebakan dan memukul seekor engkok betina sampai mati.

Dia memang tidak didatangi kawanan engkok lainnya karena waktu itu hanya ada dua engkok, induknya dan anaknya yang sudah agak besar. Akan tetapi, setelah peristwa itu, istrinya mendapat sakit yang aneh. Sempat dibawa berobat ke Batam dan Singapura. Karena tidak sembuh-sembuh, akhirnya dia berobat dengan orang pintar kampung.

Orang pintar ini bertanya, apa dia pernah membunuh binatang? Dari sini disebutnya pernah membunuh ibu engkok itu. Setelah induknya terkulai, anak engkok itu terus menjerit-jerit sambil menarik tangan dan badan induknya. Sampai akhirnya induk yang mati dibuang ke laut.

"Sekarang istri Aning itu sudah lebih baik," kata Farida, seraya menyebutkan warga keturunan itu menyatakan bersumpah tidak akan pernah membinasakan engkok lagi.

Menurut Normah pula, kadang-kadang sifat engkok itu seperti manusia. Apabila ada kawannya yang sakit sekarat dikeliling ramai-ramai, dan apabila sudah mati pun diangkat mereka beramai-ramai, entah mau dibawa ke mana.

Menyatu Tapi tak Akur

Engkok di Igal dan desa-desa lainnya di Mandah seperti sudah menyatu dengan warga walau kenyataannya tidak akur. Engkok di sini seperti sudah tidak takut dengan manusia. Manusia juga tidak takut.

Mereka biasa lalu-lalang di jalan desa atau naik ke pelantar atau juga naik ke rumah-rumah warga. Cuma warga merasa terganggu apabila engkok masuk ke dapur dan mengganggu makanan atau merusak tanaman warga.

Menurut budayawan setempat, Mosthamir Thalib, sebetulnya engkok ini aset potensi untuk wisata Inhil kalau mau diolah.

"Tinggal mau lebih menjinakkan, dan berkawanlah dengan engkok-engkok ini," kata seniman Riau asal Mandah ini.

Kalau tidak mau makan di dapur diganggunya, buat pengamanan yang lebih bagus. Begitu juga untuk tanaman sayur-mayur. "Bagusnya Dinas Pariwisata Inhil memperhatikan ini. Potensi ini bisa disinergikan pusat wisata Pantai Solop di Pulau Cawan, tetangga Desa Igal," tambah Mosthamir.***