SELATPANJANG, GORIAU.COM - Kelangkaan minyak tanah merupakan ancaman serius bagi warga Kepulauan Meranti dalam melestarikan tradisi lampu colok. Karenanya, harus ada solusi dari pemerintah jika tidak ingin tradisi itu terus memudar dan akhirnya punah.


Memudarnya tradisi lampu colok setidaknya dapat dilihat dari minimnya gapura colok yang dibangun warga.
Untuk di Selatpanjang jalan Dorak, setidaknya tahun lalu terdapat tiga gapura lampu colok yang dibangun secara swadaya oleh warga. Padahal tahun-tahun sebelumnya, di sepanjang jalan itu ada tiga sampai empat gapura megah dengan jumlah colok per gapura mencapai ribuan unit lampu.
Begitu juga dengan sejumlah jalan lainnya, meskipun masih ada satu atau dua gapura yang dibangun, itupun dengan motif yang sangat sederhana. Padahal dulu begitu banyak gapura lampu colok yang dibanguan dengan pariasi atau kreatifitas tinggi.
"Minyak tanah sulit didapat, makanya tahun ini kami tak buat lagi. Sebenarnya kalau untuk lampu colok ini bisa juga kita gunakan minyak solar, tapi terlalu rumit. Sebab, kalau pakai minyak solar sumbunya juga harus khusus kalau tidak ingin terlalu banyak asapnya," kata Hadi, warga Alahair ketika ditemui di kediamannya, Senin (21/7/2014).
Festival Colok di negeri sagu ini sepertinya sudah mulai memudar seiring dengan makin mahalnya dan langkanya minyak tanah karena yang beredar adalah minyak tanah non subsidi. Sisi lain, perekonomian masyarakat dalam beberapa tahun terakhir juga mulai menunjukkan penurunan.
''Kalau ada duit, mahal pun tidak masalah masih bisa kita beli. Tapi dengan kondisi perekonomian sekarang, dapat membuat gapura satu buah itu sudah hebat, karena biaya untuk gapura saja lumayan mahal, belum lagi biaya untuk minyaknya,'' ujar pria itu sambil berharap ada solusi dari Pemkab Meranti tentang persoalan tersebut.
Kepala Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Disparpora) Kepulauan Meranti Ishak Izrai melalui Kabid Pariwisata Nuzuar Umar mengatakan memasang lampu colok bukan hanya sekedar melestarikan tradisi, namun harus menjadi ajang kompetisi bagi generasi muda. Menjaga tradisi lampu colok yang sudah berlangsung secara turun temurun tidak mesti hanya dilakukan dengan bentuk perlombaan atau menjalankan tradisi itu seperti biasanya. Generasi muda diminta selalu berfikir kreatif dan ekonomis, sehingga lampu-lampu dari kaleng yang dibuat bisa menghasilkan uang jika dijual di pasar.
"Setiap tahun lampu colok dari China masuk ke Selatpanjang dan banyak di antara masyarakat kita yang tertarik membelinya. Yang seperti ini seharusnya menjadi contoh bagi generasi muda kita, jadi memasang lampu colok itu bukan hanya menjaga tradisi saja tetapi juga bisa menghasilkan uang dan ke depan kita akan bisa mereka untuk berfikir ke arah itu," sebut Nuzuar.
Ketika disinggung mengenai solusi mengenai persoalan minyak, dia juga mengakui bahwa pihaknya tidak bisa berbuat banyak tentang hal itu. "Paling kita hanya bisa berkoordinasi dengan instansi terkait untuk meminta kuota minyak tanah agar tidak langka di masyarakat," tutup Nuzuar.***