SELATPANJANG - Pakar lingkungan DR Elviriadi menyarankan agar Kabupaten Kepulauan Meranti segera melakukan upaya konservasi ekosistem pesisir. Pasalnya, saat ini Abrasi di kabupaten termuda se Riau itu semakin hari semakin meluas.

Sebagaimana disampaikan DR Elviriadi ketika berbincang-bincang dengan GoRiau, Sabtu (23/7/2016). Kata Elviriadi, meluasnya abrasi di Kabupaten Kepulauan Merant memerlukan penanganan serius dan bijak. Salah satunya dengan upaya konservasi ekosistem pesisir.

"Itu harus segera dilakukan, terutama di areal yang berhadapan langsung dengan Selat Malaka. Seperti Tanjung Motong, Kedabu Rapat, dan Pisang Sesisir...eh, Rangsang Pesisir," kata Elviriadi.

Ditambahkan Dosen UIN Suska Riau itu lagi, konservasi ekosistem pesisir di Meranti memerlukan skenario yang kompleks. Pertama, Dinas Kelautan dan Perikanan join dengan BLH guna menetapkan zona larangan penebangan pohon bakau dengan luas tertentu per kecamatan. Karena, tambah Elviriadi, bakau itu tumbuhan multi fungsi diantaranya menahan abrasi, habitat ikan untuk mencari makan (feeding ground), bertelur (nesting ground), pemijahan (spawning ground), dan pemeliharaan anak (nursery ground). Selain itu pohon bakau menjadi halaman bermain kepiting, udang, lokan, rama-rama, penghasil bahan organik, dan mencegak intrusi air laut.

"Nah, supaya masyarakat yang bekerja sehari-hari menebang bakau tak mengaruk, zona konservasi harus melibatkan masyarakat setempat dan LSM serta tidak usah luas-luas kali. Jadi project percontohan dan rule model saja dulu. Selain itu, pemerintah harus mensubsidi harga kayu teki (bakau yang sudah ditebang) agar harga per kilo lumayan," tambah laki-laki bertubuh tambun itu.

Diceritakan Elviriadi, waktu Ia ke Selandia Baru, Menteri perikanan Wellington membuat zona konservasi sederhana dari kearifan lokal suku Maori. Hasilnya produksi ikan meningkat, garis pantai terjaga, biomassa dan ukuran ikan jauh lebih besar, terumbu karang dan padang lamun tumbuh subur.

"Kita di Meranti kan ada suku akit yang kaya dengan kearifan teraebut, serta nelayan tradisional yang "berguru pada tanda tanda alam" Kita yakin, perlindungan dan pemanfaatan kekayaan pesisir dapat kita maksimalkan," ujarnya.

"Meranti kelak jadi poros maritim Indonesia, asal kemauan dan gagasan besar mampu menaklukkan cabaran. Jangan santai mengatasi masalah Abrasi, apalagi sekarang diikuti dengan turunnya permukaan (subsiden) gambut, salah hemat pulau bisa tenggelam," kata Elv menutup pembicaraan dengan GoRiau. ***