PASIR PANGARAIAN, GORIAU.COM - Di jalan aspal tanjakan dekat Simpang Objek Wisata Hapanasan Pawan Kecamatan Rambah, terlihat pria tanpa mengenakan baju, bercelana pendek dan kaki telanjang, tertatih-tatih dengan badan yang masih terlihat ototnya, mendorong gerobak barang yang berisi ember berisi karet tanpa menoleh ke kanan dan kiri. 

Tanya punya tanya, pria tua berusia 67 tahun tersebut bernama Abdul Muis, yang baru pulang menakik (menderes) dari kebunnya sekitaran simpang Hapanasan. Saat disapa, pria yang semula terlihat acuh tak acuh, ternyata ramah dengan membalas sapaan.

Abdul Muis, diketahui tinggal di Pawan Desa Rambah Hilir Tengah, berprofesi sebagai petani karet. Setiap harinya, Abdul Muis harus bolak balik, dari rumahnya ke kebun dengan berjalan kaki 5 km. Namun, Abdul Muis mengakui, kecewa dengan anjloknya harga karet petani yang dijual ke tengkulak sejak setahun terakhir.

Kerisauan yang tersirat di wajah Abdul Muis, karena harga karet hasil jerih payahnya yang dijual ke para toke dan tengkulak, hanya dihargai Rp6000 per kgnya, padahal bila dikalikan hasil menakiknya selama sepekan (seminggu), dirinya hanya mampu menghasilkan 30 kg karet.

''Rata-rata seminggu, kita hanya bisa mengumpulkan Rp180 ribu. Apalagi sejak harga karet merosot setahun belakangan ini, saya dan petani lainnya sudah kewalahan, terutama dalam menutupi kebutuhan sehari-hari keluarga. Itu baru untuk urusan perut saja, untuk sekolah anak dan kebutuhan lainnya, jauh dari saya bayangkan bisa cukup,'' ujar Abdul Muis.

Dia juga mengakui, walaupun pendapatannya hasil menakik karet Rp180 ribu per bulan jauh dari kecukupan, namun tetap disyukurinya. ''Apalagi anak-anak kita sudah besar dan saya hanya tinggal dengan anak. Uang hasil menakik seminggu Rp180 ribu, ya pandai-pandai digunakan isteri untuk memenuhi seluruh kebutuhan kita,'' kata Abdul Muiz.

Kemudian dirinya hanya bisa berdoa serta berharap, harga karet hasil menakinya setiap hari yang dijual sepekan, bisa naik seperti harga tertinggi hingga Rp20.000 per kgnya. Saat ini, harus berhemat dan pandai-pandai mengendalian uang untuk kebutuhan sehari-hari, cukup tidak cukup, itulah yang bisa didapatkan dalam seminggunya yang disetorkan ke isteri.

''Namun saya berharap agar pemerintah lebih peduli nasib petani seperti kami, karena penghasilan kami hanya sebagai penakik karet. Pemerintah diharapkan bisa segera mengatasi harga karet yang harganya murah, sehingga nasib petani seperti kami tidak kian terjepit ekonomi,'' harap Abdul Muis lagi,sambil mendorong gerobak berisi karet yang akan dijualnya ke tengkulak di daerah tempat tinggalnya. (ram)