SELATPANJANG, GORIAU.COM – Bupati Kepulauan Meranti Drs Irwan MSi meminta masyarakat memanfaatkan sebaik-baiknya peluang yang ditawarkan PT. First Flower. Perusahaan ini akan melatih masyarakat mengembangkan tanaman nipah untuk kemudian diolah menjadi komoditas bernilai ekonomi tinggi seperti nira, gula serbuk, sirup, alkohol hingga bio etanol.


Harapan itu disampaikan Bupati saat membuka Pelatihan Pengolahan Nipah Terpadu yang digelar PT First Flower dan Dinas Kehutanan Perkebunan Kabupaten Kepulauan Meranti di Grand Meranti Hotel, Rabu (27/8). Sekitar 60 warga yang sebagian besar dari Desa Mekong Kecamatan Tebing Tinggi Barat diikutkan dalam pelatihan tersebut.
"Selama ini masyarakat kita hanya memanfaatkan nipah menjadi atap dan rokok. Sekarang ternyata nipah bisa diolah menjadi komoditi bernilai ekonomi tinggi. Nipah bisa menjadi penggerak ekonomi rakyat, nipah sudah membuka lapangan kerja," tegas Bupati.
Untuk itulah Bupati mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada manajemen First Flower yang berani mengembangkan tanaman nipah di Kepulauan Meranti. Menurutnya, di tengah tingkat kemiskinan yang masih tinggi, maka pemanfaatan nipah menjadi komoditi bernilai ekonomi ini merupakan terobosan mengurangi angka kemiskinan tersebut.
"Terlebih teknologi dan investasi pengolahan nipah ini tidak besar. Jadi masyarakat bisa menanamnya secara missal. Apalagi saat ini buah bakau juga bernilai karena bisa diolah menjadi sirup dan semakin digemari. Jadi, sembari menanam nipah perhatikan juga buah bakaunya karena sekarang sudah ada pembelinya," ungkap Bupati.
Sementara itu Pimpinan First Flower Prof Dr Ir Hengky Luntungan MSc menjelaskan pemanfaatan nipah menjadi produk bernilai ekonomi merupakan hasil penelitian panjang. Diperkirakan 100 liter nira dari nipah bisa menghasilkan 5-6 liter bioetanol.
"Kita sudah tiga tahun meneliti dan ujicoba proyek ini di Kalsel dan Kepulauan Meranti. Seluruh Indonesia ada sekitar 1,3 juta hektare tanaman nipah yang terbiar dan tidak diolah. Padalah dengan teknologi sederhana bisa diolah jadi nira, gula serbuk, sirup, alkohol dan bioetanol. Jika partisipasi masyarakat di Meranti dalam mengembangkan nipah sudah mencapai 10 ribu hektare, maka disini sudah bisa dibangun pabrik bioetanol," tegas Prof Hengky.
Menurutnya, pengembangan nipah sangat gampang karena selama ini tumbuh sendiri. Kalau ditanam pun cukup ditanam sekali lalu dibiarkan karena nipah bisa bertunas sendiri untuk berkembang biak.
"Masyarakat hanya tinggal membersihkan saja. Nipah ini menghasilkan bioetanol sangat tinggi. Jika dikembangkan dengan serius ini bisa mengatasi krisis energi yang sedang kita hadapi," paparnya.
Sebelumnya Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kepulauan Meranti Makmun Murod menjelaskan untuk tahap awal pelatihan diberikan kepada masyarakat Desa Mekong Kecamatan Tebing Tinggi Barat. Setelah pelatihan tahap awal berhasil, maka peserta yang sudah terlatih itu akan memberikan pelatihan serupa ke warga lainnya di seluruh Kecamatan di Kepulauan Meranti.
"Lokasi pengembangan nipah ini menyebar di seluruh kecamatan di Kepulauan Meranti. First Flower sendiri sudah mengantongi izin usaha hasil hutan bukan kayu sehingga sudah bisa memanfaatkan nipah dari masyarakat," ungkapnya.
Menurut Murod, minimal pelatihan tersebut bisa membuat peserta mampu mengolah nipah menjadi gula serbuk. Selanjutnya secara bertahap akan dilatih masyarakat untuk mengolah nipah menjadi berbagai produk lainnya termasuk bioetanol.
"Kita sudah datangkan pelatih bahkan dari Kalimantan. Semua biaya pelatihan ini ditanggung First Flower. Dengan pelatihan ini, kita bersama-sama mengetahui bahwa nipah bukan lagi tanaman penganggu karena sangat besar manfaatnya," tegas Murod.(hms)