JAKARTA, GORIAU.COM - Serikat Perempuan Indonesia (Seruni) Riau, Helda Khasmy melaporkan pelanggaran terhadap bencana asap yang dilakukan oleh kelompok-kelompok yang mengambil keuntungan dengan membakar lahan di Provinsi Riau Ke Komisi Hak Azasi Manusia (Komnas HAM).

Helda melaporkan, selama18 tahun Provinsi Riau selalu diselimuti asap tebaldisetiap musim kemarau tiba dan sampai pada saat ini masalah tersebut belum ada titik terang ters lesaikan seolah asap di Riau telah menjadi agenda tahunan.

"Semenjak tahun 1997 hingga tahun ini, sejak Presiden Soeharto sampai Jokowi permasalahan asap di Riau tak kunjung terselesaikan, sehingga ketika musim kemarau tiba maka kebakaran hutan dan lahan serta berbagai dampak nya seolah menjadi sebuah resiko alamiah yang harus ditanggung oleh masyarakat yang tinggal didaerah tersebut," kata Helda saat konferensi pers di Kantor Komnas HAM, di Jakarta Pusat, Jumat (18/9/2015).

Helda melanjutkan, upaya pemerintah selama ini seperti menyiapkan alat pemadam api dan masker serta mengeluarkan surat edaran untuk melarang aktivitas warga keluar rumah, bahkan penanggulangan bencana asap menghabiskan dana sedikitnya Rp267 milliar di tahun 2013-2014.

"Sayangnya upaya pemerintah tersebut pada kenyataannya tidak satupun mampu menyelesaikan persoalan-persoalan asap di Riau," pungkasnya.

Dia melanjutkan, pada November 2014 yang lalu, Presiden Jokowi sempat melakukan blusukannya ke Provinsi Riau, namun lagi-lagi tidak membuahkan hasil seperti yang diinginkan yaitu menghentikan pembakaran hutan dan lahan di Riau.

Dia menilai, persoalan asap di Riau itu merupakan kejahatan kemanusiaan sangat keji karena merampas hak kesehatan untuk menghirup udara segar seluruh masyarakt Riau namun pemerintah lemah dalam pemberantasan mafia asap. Bagaimana tidak, pelaku besar yakni perusahaan perkebunan raksasa sehingga sama sekali tidak tersnetuh dengan tindakan hukum.

Oleh sebab itu kata dia, pemerintah wajib turun tangan untuk menindak pelaku kejahatana yang dilakukan secara masif dan terstruktur, sebab masyarakat tidak hanya membutuhkan penanganan asap saat ini saja namun menghentikan pembakaran hutan dan lahan secara monopoli agar kedepannya tidak ada asap lagi.

"Yang dibutuhkan tidak hanya penanganan asap saja tetapi menghentikan pembakaran hutan dan lahan, melawan asap di Riau sama dengan melawan monopoli tanah," tegasnya.

Ade Hartati, anggota Komisi E DPRD Provinsi Riau yang turut melaporkan tersebut menuturkan, permasalahan asap yang disebabkan pembakaran hutan dan lahan itu tidak bisa hanya pemerintah daerah dan provinsi saja menghentikannya karena pemerintah pusat lah yang memiliki kewenangan penuh guna menuntaskannya.

"Tentu pengawasan itu bukan hanya daerah yang melakukan, karena ini bukan skala daerah lagi tetapi sudah skala nasional. Sebab ini yang melakukan adalah grup-grup besar, oleh karena itu butuh penindakan terhadap perusahaan-perusahaan ini," ucapnya.

"Kalau kewenangan pusat itu tidak dilakukan secepatnya maka ini tidak akan menjamin, jadi kapan kita akan terbebas asap sementara penegakan hukum dan kewenangan tersebut tidak berjalan dengan semestinya," bebernya.

Ade mengaku saat ini telah menggalang beberapa fraksi untuk menanyakan langsung ke Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman terkait kondisi saat sekarang ini, serta membentuk semacam regulasi konkrit agar bencana asap ini tidak terulang ditahun berikutnya.

"Kita saat ini tengah menggalang beberapa fraksi untuk menanyakan ke Gubri secara formal terhadap kondisi saat sekarang dan kedepan, dan kami menginginkan bahwa ada sebuah strategi perencanaan agar bencana asap ini tidak lagi berulang ditahun berikutnya," katanya.

"Ada beberapa hal yang harus dicermati, bahwa ada persoalan hak mereka yang terganggu yaitu hak mendapatkan kesehatan, hak bermain anak-anak karena dilarang keluar rumah dan sekolah juga diliburkan," tandasnya. (ari)