JAKARTA, GORIAU.COM - Direktur Eksekutif Indonesia Development Monitoring, Fahmi Hafel, menyarankan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri tak perlu mengundang Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk menghadiri Kongres PDIP di Bali nanti. Fahmi melihat, sepertinya mulai ada pengalangan opini dan operasi senyap yang dilakukan oleh tim siluman Jokowi untuk merebut PDIP. Ia menangkap arah dari operasi itu untuk menjadikan Jokowi sebagai Ketua Umum.

''Dan mengantikan Megawati Sukarnoputri pada Kongres tanggal 9 April di Bali nanti,"kata Fahmi, dalam sebuah konferensi pers di Jakarta, Senin 23 Maret 2015.

Menurut Fahmi, penggalangan opini tujuannya merubah isi kepala kader PDIP. Polanya lewat survei seperti yang dilakukan Poltracking kemarin. Faktanya, dalam survei Poltracking, Jokowi ada di urutan atas, sebagai tokoh yang paling layak menjadi Ketua Umum PDIP.

''Selain melalui pola survei, diduga operasi senyap juga dilakukan oleh tim siluman Jokowi di daerah-daerah untuk mempengaruhi pimpinan PDIP agar mendukung Jokowi. Iming-imingnya bisa maju sebagai calon kepala daerah," tudingnya.

Fahmi sendiri melihat posisi Mega belum 100 persen aman untuk memimpin kembali PDIP. Meski pada Rapat Kerja Nasional PDIP, Megawati sudah ditetapkan menjadi calon ketua umum untuk periode selanjutnya. Megawati sendiri memang menyatakan akan mendengar aspirasi tersebut.

"Tapi, tak ada jaminan. Karena apapun bisa berubah karena politisi di Indonesia sifatnya pramagtis," kata dia.

Tapi Fahmi mengingatkan bagi siapapun yang akan menggoyang Mega, tak mudah melakukannya. Mega bukanlah Aburizal Bakrie. Mega adalah tokoh bermental baja, yang telah dibuktikannya ketika didzolimi oleh rezim Orde Baru. Megawati juga tokoh yang konsisten, 10 tahun menjaga PDIP menjadi oposisi di era SBY.

''Karena itu untuk menjaga dari kegaduhan dan untuk memutuskan Megawati jadi Ketum PDIP lagi, sebaiknya Jokowi tak perlu diundang ke Kongres PDIP di Bali. Apalagi Jokowi juga tak punya hak suara. Saya sarankan, mulai memunculkan lebih banyak lagi trah Soekarno seperti Puti Guntur Soekarnoputra dan Prananda Prabowo dalam jajaran elite PDIP,'' tutur Fahmi. ***