PEKANBARU, GORIAU.COM - Tahun ini, peringatan Right to Know Day atau hari hak untuk tahun se-dunia, yang diperingati setiap tanggal 28 September, di Provinsi Riau diwarnai dengan lumayan buruknya manajemen informasi bencana di daerah ini.

Ketua Komisi Informasi Provinsi Riau Mahyudin Yusdar mengungkapkan, diantara kewajiban badan publik dalam menyampaikan informasi publik adalah berkenaan dengan mengumumkan informasi publik kategori serta merta. Yaitu, jenis informasi terhadap suatu peristiwa yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum. “Menurut undang-undang Keterbukaan Informasi Publik, cara penyampaian informasi serta merta disampaikan dengan cara yang mudah dijangkau oleh masyarakat dan dalam bahasa yang mudah dipahami,” kata Mahyudin Yusdar, Ahad (27/9).

Diungkapkan Mahyudin Yusdar, khusus dalam pengumuman informasi bencana asap di Provinsi Riau, penyampaian informasi publik sepertinya tidak berjalan dengan baik. ''Pengumuman informasi serta merta tidak dilakukan secara maksimal. Padahal untuk mengumumkannya merupakan kewajiban badan publik. Akibatnya, masyarakat tidak mengetahui dengan pasti penyebab bencana asap, dimana saja lokasi lahan dan hutan yang terbakar, sejauhmana upaya yang telah dilakukan pemerintah dalam penanggulangan bencana ini, tingkat potensi bahaya dan antisipasi bahayanya bagi publik, serta berbagai informasi penting lainnnya yang mesti diketahui publik. Hal demikian yang sepertinya terabaikan oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten kota di provinsi Riau,'' papar Mahyudin Yusdar.

Oleh karenanya, menurut Mahyudin Yusdar, Gubernur Riau dan Bupati/Walikota se-Provinsi Riau sejatinya mengevaluasi kinerja Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) di linkup instansi yang dipimpinnya. ''Semangat Plt Gubenur Riau untuk bertransparansi sudah jelas dan cukup tinggi. Dalam kebijakannya mengedepankan transparansi. Tapi, sayangnya, khusus pada informasi serta merta pada bencana asap, berbagai informasi penting yang wajib diketahui masyakarat dalam kesempatan pertama tidak sampai ke publik secara maksimal. Kondisi ini lebih kepada kinerja PPID di badan publik Pemprov dan Pemkab/Pemko yang tidak bekerja dengan baik. Padahal di sisi lain, Pemprov dan Pemkab/Pemko se-Riau sudah berupaya maksimal untuk mengatasi bencana ini,'' urai Mahyudin Yusdar.

Disebabkan banyak satuan kerja salin berkaitan dalam pencegahan dan penanganan bencana, maka mantan aktivis mahasiswa ini menyarankan agar badan publik terkait membentuk standar prosedur opersional (SPO) informasi bencana untuk masyarakat. ''SPO itu diantaranya mengatur tentang proses pengumpulan informasi bencana hingga tata cara serta sarana prasarana yang digunakan untuk mengumumkan informasi bencana, sehingga pada kesempatan pertama, publik mendapatkan informasi yang jelas, tepat dan akurat. Tapi, menjelang SPO itu ada, PPID nya mesti proaktif untuk mengumpulkan dan menyampaikan berbagai informasi penting pada tataran bencana. PPID-nya harus bekerja. Harus pro aktif. Jangan pura-pura tidak tahu tentang kewajiban itu,'' sebut Mahyudin Yusdar.

Ditegaskan Mahyudin Yusdar, bahwa tidak mengumumkan informasi serta merta merupakan diantara tindak pidana informasi. Ancaman pidananya menurut Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik adalah kurungan satu tahun. Dimana deliknya adalah delik aduan yang diajukan melalui peradilan pidana. ''Saya ingatkan, jangan dilihat pada ancamannnya yang paling lama hanya satu tahun kurungan dan atau denda paling banyak lima juta rupiah. Sebab, dalam pemidaan informasi bencana juga bisa berlaku undang-undang yang lebih khusus, dimana ancaman pemidanaannya bisa lebih dari itu. Dalam UUKIP ditegaskan, bahwa setiap pelanggaran yang dikenai sanksi dalam UUKIP dan juga diancam dengan sanksi pidana dalam undang-undang lain yang bersifat khusus, maka yang berlaku adalah sanksi pidana dari undang-undang yang lebih khusus tersebut,'' terang Mahyudin Yusdar. (rls)