PEKANBARU, GORIAU.COM - Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) mendesak Asia Pulp and Paper (APP) Grup merestorasi lahan gambut dan hutan yang terbakar sepanjang tahun 2013-2015.

Desakan ini setelah APP pada 13 Agustus 2015 lalu meluncurkan program pengelolaan praktek terbaik gambut (Peatland  Best  Practice  Management  Programme) di Jakarta. Inisiatif ini hendak merestorasi 7.000 hektar dari tanaman kayu komersial mereka, menjadi hutan gambut kembali.Menurut Greenpeace Indonesia, lahan gambut seluas 7.000 hektar yang telah mengering akibat kanal-kanal yang dibangun oleh APP, akan diairi kembali untuk mengembalikan fungsinya seperti sedia kala."Jika APP berani 'mengorbankan' 7.000 konsesi produktifnya untuk menyelamatkan gambut, mestinya mereka lebih dulu menyelamatkan dan merestorasi lahan dan hutan gambut yang rusak akibat terbakar pada 2013-2015, di seluruh area konsesi pemasok APP," kata Koordinator Jikalahari, Woro Supartinah.Pada 2 Agustus 2015, Jikalahari menemukan satu alat berat milik PT. Satria Perkasa Agung unit Serapung di Desa Serapung, Kecamatan Kuala Kampar, Kabupaten Pelalawan, Riau sedang membersihkan semak belukar dan menebang pepohonan yang terhampar di atas lahan gambut.Jikalahari menelusuri jejak-jejak eskavator sehabis membersihkan semak belukar dan menebang pepohonan dan menemukan kayu-kayu bekas terbakar tertanam di dalam gambut dalam.Pada  22  Februari  2014, di lokasi yang sama saat Jikalahari melakukan investigasi kebakaran hutan dan lahan gambut juga menemukan lahan gambut dan hutan terbakar. Investigator Jikalahari harus melewati jalan setapak yang kiri kanannya lahan gambut terbakar dan asap menerpa siapapun yang melewati jalan setapak itu.Selain eskavator yang sedang bekerja membersihkan lahan tersebut, ada dua lagi alat berat sedang membersihkan dan menebang pepohonan, sekira 200 meter dari tempat eskavator menebang pepohonan dan semak belukar. Lahan gambut yang tadinya hijau berubah menjadi hamparan lahan berwarna tanah kuning.Temuan lain, pada 3 Agustus 2015, Jikalahari menemukan police line di dalam konsesi PT. Arara Abadi (APP) di Siak. Lahan gambut berwarna kehitaman bekas terbakar. Informasi yang dihimpun dari warga sekitar, kebakaran terjadi pada 18 Juli 2015. Selama lebaran api terus berkobar dan berhasil dipadamkan oleh tim pemadam dari perusahaan. Lahan yang terbakar berupa akasia dan sawit."APP harus memperluas cakupan restorasi, restorasi juga harus mencakup gambut rusak akibat Karhutla, bukankah itu masuk kategori rusak?" lanjut Woro Supartinah.Desakan lainnya, APP harus mengumumkan pada publik terkait perusahaan terafiliasi dengannya yang terbakar termasuk jumlah luasan lahan di atas gambut yang terbakar."APP harus menunjukkan komitmen dan kepatuhan pada regulasi di Indonesia terkait upaya pengendalian dan penanganan Karhutla, dan berperan dalam upaya restorasi yang lebih luas dengan menerapkan PP  Nomor 71 tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Gambut," ujar Woro Supartinah. (rls)