BENGKALIS, GORIAU.COM - Pemerintah Kabupaten Bengkalis, Riau cenderung menjatuhkan sanksi atau blacklist terhadap rekanan pelaksana kegiatan fisik di lapangan. Sementara konsultan perencana maupun konsultan pengawas, tak tersentuh alias tak pernah mendapat sanksi, meski terkadang tak jarang buruknya kualitas pekerjaan suatu proyek berawal dari perencanaan dan pengawasan di lapangan.

''Yang selalu kena itu kontraktornya karena memang hasil kerjanya bisa dilihat langsung. Tapi apa penyebab dari buruknya hasil kerja rekanan tersebut tidak pernah diselidiki lebih dalam, seperti bagaimana perencanaan awalnya dan pengawasan di lapangan,'' ujar Komite Tetap Pengembangan, Permukiman dan Prasaranan Wilayah Kamar Dagang dan Industri Kabupaten Bengkalis, Reza Alfian, Jumat (17/5/2013).

Dipaparkan Reza, tidak jarang buruknya hasil kerja proyek pemerintah disebabkan kesalahan dari perencanaan dan pengawasan di lapangan. Tapi anehnya, pemerintah selalu melihat hasil akhir yang dikerjakan oleh kontraktor saja, tanpa merunut dari awal bagaimana perencanaannya maupun pengawasan di lapangan.

''Saya pikir ini tidak fair. Ke depan kita berharap Pemkab berimbanglah, kalau ada unsur kesalahan dari konsultan perencananya atau pengawasnya, ya harus diblacklist jugalah,'' papar pria yang juga berprofesi sebagai konsultan perencana ini.

Pada kesempatan itu, Reza juga menyentil masih belum bagusnya sistem perencanaan yang dibuat pemerintah. Misalnya, untuk paket pembuatan parit beton yang panjangnya mencapai 20 kilometer, tapi karena alokasi anggaran pekerjaan fisiknya hanya 1 kilometer maka perencanaannya hanya dibuat untuk 1 kilometer saja. Kemudian tahun depan dianggarkan lagi 1 kilometer, maka dibuat lagi perencanaannya.

''Seharusnya tidak begitu, sepotong-sepotong. Dibuat perencanaan secara menyuluruh mulai dari titik 0 kilometer sampai 20 kilometer sehingga perencanaannya cukup sekali saja. Soal pekerjaaan fisiknya tidak masalah, menyesuaikan anggaran yang ada,'' ungkap Reza.

Dampak dari perencanaan sepotong-sepotong ini, papar Reza, tak jarang membuat bentuk bangunan tidak seragam, padahal masih dalam satu lokasi atau area. Kasus ini paling banyak ditemukan pada proyek pembangunan parit beton dan jalan.

“Untuk kasus parit beton bisa dilihat di Jalan Kelapasari. Dua tahun pekerjaan ini dianggarkan, bentuk konstruksinya beda-beda. Kenapa bisa terjadi demikian, karena perencanaannya dibuat sepotong-sepotong menyesuaikan dengan anggaran setiap tahunnya,” ujar Reza memberi contoh. (jfk)