PEKANBARU, GORIAU.COM - Bertambah satu aset wisata di Provinsi Riau. Perusahaan minyak dan gas bumi, SKKMigas-PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) lewat program sosial kini telah membangun wisata peninggalan nenek moyang mulai zaman kerajaan, batik.

Rumah Batik yang terletak di dalam kompleks perkantoran dan pemukiman perusahaan migas di Kecamatan Rumbai, Pekanbaru, Riau, siang itu, didatangi sejumlah kalangan ibu rumah tangga.

Mereka kemudian disibukan dengan kegiatan membatik, tentunya lewat cara yang khas menggunakan canting, mengukir motif di atas potongan kain dan penuh kesabaran.

"Awalnya kami tidak mengerti sama sekali dengan kerajinan ini, tapi sekarang mulai paham dan berniat untuk mengembangkannya," kata Eni Sari (43), warga Kelurahan Muara Fajar, Kecamatan Rumbai, Pekanbaru.

Eni merupakan ibu rumah tangga yang telah berlatih membatik di Rumah Batik sejak setahun belakang. Dia bersama belasan orang lainnya tampak bersemangat untuk menghasilkan karya bernilai.

Ketika itu, Eni bersama kalangan ibu rumah tangga lainnya, Harni (46), Noralina (34), Indrawati Rais (53), Ngatemi (38), dan Herlina (42), warga dua kecamatan yakni Rumbai dan Rumbai Pesisir begitu menikmati aktvitas tersebut.

Mereka berbagi kisah tentang kenikmatan membatik yang merupakan kesenian tingkat tinggi warisan budaya dari nenek moyang negeri.

"Awalnya sulit, namun jika ditekuni maka akan menghasilkan karya yang bagus dan indah. Terlebih batik Riau memiliki cirikhas yang berbeda dan penuh dengan keindahan," kata Sudarmaji (62), instruktur para perajin batik di Rumah Batik.

Sudarmaji adalah perajin batik asal Yogyakarta yang hampir separuh hidupnya dihabiskan untuk mempertahankan warisan budaya turun menurun itu.

Berpuluh tahun, dia bekerja di Balai Besar Kerajinan dan Batik milik Kementerian Perindustrian. Ketika Sudarmaji pensiun sebagai pelatih perajin batik pada 2009, ia kemudian melibatkan diri untuk kegiatan-kegiatan sosial.

Salah satunya, dia pernah menjadi penyemangat bagi para korban gempa di kampung halamannya itu. "Amukan alam" ketika gempa melanda kota bercirikhas unik itu menggerakkan hati Sudarmaji untuk kembali membangkitkan perekonomian para korban bencana lewat membatik.

"Di sekitar lokasi terkena gempa terparah itu, ada central batik yang turut hancur dan saya mencoba membangkitkannya kembali. Ketika itu saya bergabung dengan organisasi masyarakat peduli sosial. Salah satu anggotanya adalah murid saya," kata dia.

Dia yang kemudian, ketika itu sekitar tahun 2011, memilih saya sebagai instruktur untuk kegiatan perajin batik di Balikpapan. Saat ini batik di salah satu binaan SKKMigas-CPI itu telah berkembang baik, lanjut kata dia.

Bangkitkan Batik

Batik menurut Sudarmaji merupakan warisan budaya yang harus tetap dijaga dan jangan sampai punah seperti harimau Jawa. Dia mengisahkan, batik merupakan "loreng" peninggalan nenek moyang yang tidak akan ada habisnya jika tetap dilestarikan dan dibudayakan.

https://www.goriau.com/assets/imgbank/17122014/batik1jpg-1735.jpgDi Rumah Batik, bersama SKKMigas-CPI Sudarmaji mencoba untuk menjaga kelestarian batik. Dia mengembangkan warisan budaya itu dengan sedikit memodifikasi motif khasnya orang Riau.

Beberapa karya hasil modifikasi motif yang direalisasikannya adalah Durian Pecah, Sekerat Nenas, Kuntum Bersanding, dan Seprak Manggis. Seluruhnya memiliki filsafah tersendiri.

Motif Durian Pecah misalnya, menurut Sudarmaji merupakan desain batik yang khas bagi Provinsi Riau. Daerah ini juga dikenal dengan musim durian yang begitu menarik perhatian para pendatang.

Kemudian Sekerat Nenas, menurut dia juga mengisahkan suatu daerah di Provinsi Riau yang mampu menghasilkan buah tersebut secara terus menerus hingga banyak produk makanan khas yang berbahan dasar nenas. Kini makanan tersebut seperti keripik nenas, juga telah dikenal sebagai ole-ole favorit bagi para wisatawan.

Sementara itu, untuk motif Kuntum Bersangding dan Seprak Manggis, menurut dia dasarnya adalah ukiran khasnya kerajaan-kerajaan di Riau, sehingga patut untuk dikembangkan menjadi hiasan batik.

Satu lagi yang tak kalah bersejarah adalah motif "pompa angguk" yang menjadi kenangan bersejarah bagi perusahaan gas dan minyak bumi, SKKMigas-PT Chevron Pacific Indonesia.

Pompa minyak tersebut hingga kini masih tertanam di sejumlah lokasi yang menjadi garapan perusahaan yang telah menghasilkan miliaran barrel minyak bumi selama berpuluh tahun berada di Provinsi Riau.

CPI bersama SKK Migas juga telah memberikan sumbangan besar bagi daerah ini, yang hingga akhirnya berkembang menjadi salah satu provinsi terkaya di Indonesia.

Wisata Batik

"Kedepan, rumah batik ini diharapkan dapat menjadi salah satu tujuan wisata di Riau," demikian kata Vivien Herlin Fendraswari, Community Engagement Specialist PGPA Chevron Rumbai, Pekanbaru.

Menurut dia, batik Riau tidak hanya sebatas aset ekonomi, namun juga mampu memberikan kontribusi yang besar bagi masyarakat jika mampu mengembangkannya.

Ia mengatakan, melalui Rumah Batik, SKK Migas-Chevron benar-benar berkomitmen untuk memperbaiki kondisi sosial dan ekonomi masyarakat serta daerah.

"Saat ini, upaya kami fokus pada peningkatan kualitas hidup yang berkelanjutan dan menciptakan lapangan kerja untuk mendorong kemandirian masyarakat," katanya.

Di wilayah operasi Sumatera, SKK Migas-CPI telah merilis program yang bertujuan meningkatkan taraf hidup masyarakat dan sekaligus melestarikan warisan budaya Indonesia.

Seperti di Rumbai, Pekanbaru ini, kata dia, SKKMigas-CPI sejak 2011 telah memulai program pelatihan bagi kalangan ibu rumah tangga dan perempuan muda putus sekolah untuk mengembangkan keterampilan batik Riau.

"Pendampingan dilakukan mulai dari pengenalan alat, teknik membatik, hingga pembentukan koperasi untuk pemasarannya," kata dia.

Program Batik

Program perdana pelatihan batik Riau dilaksanakan pada Agustus hingga Oktober 2012. Pesertanya merupakan kalangan ibu rumah tangga dan perempuan muda putus sekolah yang berasal dari 11 kelurahan di Kecamatan Rumbai dan Rumbai Pesisir.

Ketika itu, kata dia, mereka diperkenalkan dan dilatih mengenai peralatan yang dipakai, teknik membatik, teknik pewarnaan, hingga pada tahap penyucian batik.

"Semua bahan yang digunakan adalah bahan alami dan tidak mengandung bahan kimia berbahaya. Ini merupakan komitmen perusahaan untuk menjaga lingkungan," katanya.

Kemudian tahun 2012, tepatnya pada Juni, demikian Vivien, para peserta itu dibekali dengan keterampilan pasca produksi agar hasil kerajinan dapat dijual dengan harga yang tinggi.

"Dalam jangka panjang, program pemberdayaan ini diharapkan mampu meningkatkan taraf ekonomi masyarakat sekaligus memelihara kelestarian budaya bangsa," kata dia.

Kemitraan Batik

Sebagai bentuk kemitraan, SKKMigas-CPI kemudian ketika itu menggandeng "Rumah Melati Pemberdayaan Perempuan" yang merupakan yayasan di Pekanbaru bergerak pada bidang pelatihan dan pelestarian batik.

Ketika itu, telah banyak didatangkan para ahli batik dari berbagai daerah dalam maupun luar Riau.

"Hingga beberapa tahun, program sosial ini telah 'mencetak' para perajin lokal yang berhasil menghasilkan karya kerajinan seperti tas, kain panjang, perakatan ibadah, dan lainnya dengan hiasan batik Riau," kata Vivien.

Kini, menjadi harapan kedepan, Rumah Batik yang dibangun SKKMigas-CPI dapat menjadi aset wisata yang mampu menyedot wisatawan. Harapan lainnya, warisan budaya ini dapat tetap terjaga hingga anak cucu kelak. (adv)